materi etika profesi sosial politik
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sudah sejak lama
masalah korupsi dianggap sebagai persoalan berat dan mendesak yang harus
diatasi dan menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia kedepannya.
Melihat realita banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia akhir-akhir
ini, seolah-olah menjadikan masalah korupsi sebagai sesuatu hal yang sepertinya
sudah “biasa” terjadi, hampir bisa dipastikan setiap hari media massa baik
cetak maupun elektronik menyajikan berbagai ragam berita tentang kasus korupsi di
negeri ini. Tak dapat dipastikan, apakah korupsi memang sudah “membudaya” di
kalangan masyarakat Indonesia sehingga dengan mudah dapat ditemukan di berbagai
lini kehidupan di masyarakat ataukah memang kinerja lembaga yang menangani
masalah korupsi di negeri ini mulai menunjukkan taji-nya dalam menguak serta
memberantas berbagai masalah korupsi yang terjadi.
Bicara soal korupsi, Barda
Nawawi Arief menyatakan bahwa korupsi terkait dengan kompleksitas masalah,
antara lain adalah masalah moral. Lebih lanjut, K. Bertens mengatakan bahwa
masalah korupsi dianggap sebagai suatu masalah etika. Mau tidak mau perlu
diakui, korupsi menyangkut moral bangsa dan moral pribadi dari oknum yang
terlibat dalam praktek tersebut. Dalam etika selalu berperan sekurang-kurangnya
dua faktor berikut: di satu pihak ada norma-norma dan nilai-nilai moral yang
menurut kodratnya bersifat umum dan di lain pihak, ada situasi khusus yang
menurut kodratnya bersifat spesifik. Perilaku etis yang konkret merupakan
penggabungan dari dua komponen tersebut. Demikian juga dalam konteks korupsi.
Kejujuran, menghormati milik orang lain, tidak mencuri dan sebagainya merupakan
nilai penting dalam konteks ini. Tetapi para koruptor akan membela diri dengan
menunjuk kepada situasi spesifik mereka, misalnya mereka mengatakan bahwa gaji
pegawai negeri tidak cukup untuk menghidupi keluarga. Atau mereka hanya akan
menunjuk kepada “kebudayaan” yang ada disekitarnya, sambil menegaskan: “semua
orang melakukan hal itu”. Mereka mencari suatu dalih dalam situasi tertentu
B.
Rumusan
Masalah
1. pengertian etika
profesi social
2. Cara
Menerapkan Etika Sosial
3. Etika
Sosial dalam Empat Titik Etis
4. pengertian etika
profesi politik
5. Penerapan Etika Politik
di Indonesia
C.
Tujuan
Untuk
membantu mahasiswa memahami pengertian etika
profesi social dan etika profesi
politik , Penerapan Etika Politik di Indonesia manfaat dan tujuan
etika profesi social politik
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Etika Profesi Sosial
Pengertian etika porfesi sosial adalah sebuah
tatanan yang mengatur tentang perilaku seseorang terkait pergaulan dengan
lingkungan. Aturan ini terkait dengan masalah kesopanan, sesuatu yang boleh
atau tidak untuk dilakukan, serta tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh
seseorang tersebut. Aturan tentang etika sosial ini bersifat normatif, sehingga
tidak diatur dalam hukum formal.Dan sesuai pengertian etika sosial, maka tidak
ada indikator terukur yang bisa menjadi patokan tentang hal tersebut. Selain
itu, masalah etika sosial ini berbeda antara satu daerah dengan daerah lain.
Karena parameter yang digunakan tentang makna etika sosial tersebut juga
berbeda-beda.Seperti di Indonesia, mengucapkan kata “kamu” pada orang yang lebih
tua adalah sebuah tindakan yang kurang sopan. Namun, bagi masyarakat di dunia
barat, hal tersebut adalah sebuah kelumrahan. Demikian pula dengan beberapa
etika sosial lain, ada beberapa perbedaan ukuran di setiap daerah.Dengan
memahami pengertian etika sosial, seseorang akan bisa dengan mudah masuk ke
sebuah lingkungan baru. Sebab, etika sosial adalah sebuah kunci keberhasilan
dalam pergaulan. Dan dasar dari semua itu adalah rasa saling menghormati dan
memahami antar satu pihak dan pihak lain.
B. Cara Menerapkan Etika Sosial
Masalah
etika sosial yang parameternya berbeda di setiap daerah, tak jarang menimbulkan
sebuah masalah. Seperti adanya gesekan dari dua budaya yang saling
bersinggungan, atau kesulitan untuk beradaptasi dengan budaya lokal yang sudah
ada.
Beberapa cara agar kita
bisa memahami etika sosial yang berlaku di sebuah wilayah adalah :
1. Bersikap rendah hati dan
tidak perlu menonjolkan kelebihan diri sendiri. Dengan cara ini, kita akan bisa
mudah diterima pada sebuah lingkungan baru. Sehingga secara tidak langsung kita
bisa mendapatkan gambaran tentang pengertian etika sosial yang berlaku di
kawasan tersebut.
2. Mempelajari etika sosial
sebuah wilayah melalui literatur yang ada. Baik melalui buku, media massa atau
juga informasi yang ada di internet. Sehingga kita bisa menyiapkan diri dan
perilaku ketika akan masuk ke wilayah yang memiliki konsep etika sosial
berbeda.
3. Bertanya kepada penduduk
lokal tentang kearifan lokal yang dianut. Hal ini selain menjadi media menjalin
hubungan sosial, bisa dijadikan media untuk belajar tentang sebuah budaya
masyarakat baru.
4.
Bergabung dengan organisasi kemasyarakatan
setempat. Di Indonesia hal ini terwujud dengan konsep patembayan,
dimana masyarakat Indonesia terkelompokkan ke dalam lingkungan kecil seperti RT
dan RW.
- Etika
Sosial dalam Empat Titik Etis
Kita
dapat menghapus seseorang dari masyarakat tetapi Kita tidak dapat menghapus
masyarakat dari pria itu. Kata-kata lebih benar belum pernah dikatakan. Bahkan
jika Kita terdampar dan kesepian di sebuah pulau à la Robinson Crusoe, Kita
akan dikekang tentang melakukan bisnis pagi di luar sana di tempat terbuka.Tapi
itu adalah bagaimana kita manusia diciptakan. Kami belajar arti kesopanan di
sana di Taman surga lewat Adam, dan telah mengikuti kami sejak itu. Tentu saja,
kedalaman yang kesadaran sosial ada dalam ras manusia bervariasi dari orang ke
orang, tetapi ada dalam diri setiap orang, tanpa keraguan.Namun, hampir
memalukan untuk melihat berapa banyak orang yang kita temui sehari-hari
benar-benar tahu tentang etika sosial. Mereka sadar tentang masyarakat,
baik-baik saja, tetapi mereka hanya jadi babon-seperti ketika datang untuk
mematuhi etika sosial tidak tertulis contoh gampangnya buang sampah
sembarangan, menjadikan masyarakat telah ditetapkan sejak masa Kejadian adalah
egois dan anti etika.
Hanya karena semua orang
tidak dibuat sadar etika sosial dengan cara yang sama. Etika sosial merupakan
bagian dari pendidikan kumulatif seseorang, dan bahwa, tentu saja, tergantung
pada pengamatan. Orang yang berbeda amati dalam ukuran yang berbeda, dan itulah
alasan setiap orang memiliki pengertian yang berbeda dari etika sosial.Mari
kita memulai tugas raksasa sekarang. Standarisasi etika sosial. Belajar yang
tepat etika sosial. Itu satu hal yang belum pernah dicoba sebelumnya. Tapi
biarkan aku mencoba. Kita harus mulai di suatu tempat - ini bisa menjadi
pelopor baik untuk semua homo sapien di luar sana, semacam peluncuran pad.
Jangan khawatir, saya akan membuat cepat dan tidak sakit.
1. Berbagi
Kita adalah makhluk yang
hidup dalam masyarakat yang sangat simbiosis. Dengan demikian, kita perlu untuk
berbagi. Memberi dan menerima. Dan yang menjadi etika sosial pertama kita perlu
belajar. Ketika Kita memberikan sesuatu kepada seseorang layak, itu tidak
datang kembali kepada Kita dalam beberapa cara atau yang lain. Ini tidak perlu
untuk memberikan materi sesuatu. Kadang-kadang senyum atau tepukan di bahu bisa
menjadi hadiah terbaik yang dapat Kita berikan.Tapi ingat untuk memberikan
dalam batas. Terlalu banyak hadiah dapat merusak seseorang. Dan Kita akan
terus-menerus diburu untuk bantuan lebih dan lebih. Berikan, namun dalam
batas-batas, dan ketika Kita telah diberikan, jangan mengharapkan beberapa
jenis pembayaran, langsung atau tidak langsung.
2. Mengakui
Masyarakat dibangun
ketika orang mulai memuji bakat masing-masing. Apakah kita berbicara tentang
Presiden atau anak surat kabar, mereka memberikan sesuatu untuk membuat
gulungan masyarakat. Itulah mengapa sangat penting untuk memberikan semua
kredit karena mereka.Saya tidak tahu tentang Anda, tapi ketika seseorang memuji
saya untuk sebuah artikel yang saya tulis, saya hanya menyemangatinya untuk
menulis yang lebih baik. Jadi, apakah itu sekolah atau nenek Anda, mereka
membutuhkan pengakuan mereka untuk bekerja lebih baik untuk Anda sendiri.
3. Berpartisipasi
Hidup menyenangkan
ketika Kita hidup bersama. Saya tidak berbicara hanya tentang keluarga, tetapi
seluruh masyarakat, pada umumnya. Membantu keluarga Jones dalam acara mereka
selalu menyenangkan, terutama jika Kita tahu bahwa mereka akan membantu dengan
Kita juga.Tentu saja, kita tidak boleh usil, dan harus memahami ketika kita
tidak diperlukan. Menjadi manusia, Kita akan memiliki rasa batin memahami
bahwa. Partisipasi diperlukan pada tingkat nasional dan global juga. Kita harus
sadar politik dan kewarganegaraan, tahu hak dan kewajiban, dan melakukan mereka
dengan sepenuh hati. Etika sosial menuntut kita melakukan upaya kolektif untuk
sukses, seperti semut mengangkat sebuah berita menarik berat makanan. Begitulah
cara perusahaan dan negara berhasil - tidak peduli apa ukuran mereka. Persatuan
adalah kekuatan.
4. Terima
Apa yang kita
benar-benar harus lakukan adalah, meletakkan tangan bersama-sama dan mencoba,
dengan cara apapun yang kecil kita bisa, untuk masyarakat lebih baik untuk
hidup Lakukan apa pun yang kita bisa. Menanam pohon untuk semua yang
diperlukan.Tapi melakukan sesuatu untuk meningkatkan kualitas hidup. Dan,
secara ajaib cukup, ketika kita benar-benar melakukan sesuatu yang konstruktif
- Maksudku, sesuatu yang secara sosial menguntungkan yang kami tidak dibayar
setiap greenbucks - kita akan kagum melihat betapa jauh lebih dapat diterima
kita menjadi masyarakat kita hidup masuk
Etika sosial adalah
subjek yang sangat kompleks, dan tidak mungkin ada yang paralel menyamai
digambarkan dalam cara orang yang berbeda dalam berperilaku. Dari pengertian
etika sosial di atas, rumus paling gampang adalah, jangan lakukan itu,
bila Anda tidak suka di berlakukan itu
D.
PENGERTIAN ETIKA PROFESI POLITIK
Etika
profesi politik. Secara substantif pengertian etika profesi politik tidak dapat
dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika, yakni manusia. Oleh karena itu
etika politik berkaitan erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini
berdasarkan kenyataan bahwa pengertian “moral” senantiasa menunjuk kepada
manusia sebagai subjek etika. Dapat disimpulkan bahwa dalam hubungannya dengan
masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar
fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika
politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai
makhluk beradab dan berbudaya.
Berdasarkan
suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa, maupun negara bisa berkembang ke arah
keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai
oleh penguasa atau rezim yang otoriter. Dalam suatu masyarakat negara yang
demikian ini maka seseorang yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang
tidak baik menurut negara serta masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi
etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat
manusia sebagai manusia.
Sebagai
dasar filsafat Negara Pncasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam
hubungannya dengan legtimasi kekuasaan, hukum serta berbagai macam kebijakan
dalam pelaksanaan dan penyelenggearaan Negara. Sila pertama ‘Ketuhanan Yang
Maha Esa’ serta sila kedua ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’ merupakan sumber
nilai-nilai moral bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.Negara Indonesia
berdasarkan sila pertama bukanlah Negara yang ‘Teokrasi’ yang mendasarkan
kekuasaan Negara pada legitimasi religious, melainkan berdasarkan legitimasi
hukum serta legitimasi demokrasi. Oleh karena itu asas sila pertama lebih berkaitan
dengan legitimasi moral. Hal ini lah yang membedakan Negara Berketuhanan Yang
Maha Esa dengan Negara Teokrasi. Walaupun dalam Negara Indonesia tidak
mendasarkan pada legitimasi religious, namun secara moralitas kehidupan Negara
harus sesuai dengan nilai-nilai yang berasal dari Tuhan terutama hukum serta
moral dalam kehidupan Negara.
Selain
sila pertama, sila kedua juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam
kehidupan Negara. Negara pada prinsipnya adalah merupakan persekutuan hidup
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia sebagai bagian
dari umat manusia di dunia hidup secara bersama dalam suatu wilayah tertentu,
dengan suatu cita-cita dan prinsip-prinsip hidup demi kesejahteraan bersama
(Sila Ketiga). Oleh karena itu manusia pada hakikatnya merupakan asas yang
bersifat fundamental dalam kehidupan Negara. Manusia adalah merupakan dasar
kehidupan serta pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Oleh karena itu
asas-asas kemanusiaan adalah bersifat mutlak dalam kehidupan Negara dan hukum.
Selain itu asas manusia juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara.
Selain
itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara harus berdasarkan legtimasi
hukum yaitu prinsip ‘legalitas’. Negara Indonesia adalah Negara hukum oleh
karena itu keadilan dalam hidup bersama (keadilan sosial) sebagai mana
terkandung dalam sila kelima, adalah merupakan tujuan dari kehidupan Negara.
Oleh karena itu segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan serta pembagian senantiasa
harus berdasarkan atas hukum yang berlaku. Pelanggaran atas prinsip-prinsip
dalam kehidupan kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan
Negara.
Negara
adalah berasal dari rakyat dan segala kebijakan dan kekuasaan yang dilakukan
senantiasa untuk rakyat (sila keempat). Oleh karena itu rakyat merupakan asal
mula kekuasaan Negara. Maka dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang
menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif serta yudikatif konsep pengambilan
keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan legitimasi dari
rakyat, atau dengan kata lain harus memiliki ‘legitimasi demokrasi’.
Prinsip-prinsip
dasar etika politik itu dalam realisasi praksis dalam kehidupan kenegaraan
senantiasa dilaksanakan secara korelatif diantara ketiganya. Kebijaksanaan
serta keputusan yang diambil dalam pelaksanaan kenegaraan baik menyangkut
politik dalam negeri maupun luar negeri, ekonomi baik nasional maupun global,
yang menyangkut rakyat dan lainnya selain berdasarkan hukum yang berlaku
(legitimasi hukum), harus mendapat legitimasi rakyat (legitimasi demokrasi) dan
juga harus berdasarkan prinsip-prinsip moralitas (legitimasi moral).
Etika
politik ini juga harus direalisasikan oleh setiap individu yang terlibat secara
kongkrit dalam pelaksanaan pemerintah Negara. Para pejabat eksekutif, anggota
legislatif, maupun yudikatif, para pejabat Negara baik DPR maupun MPR aparat
pelaksana dan penegak hukum harus menyadari bahwa selain legitimasi hukum dan
legitimasi demokrasi juga harus berdasar pada legitimasi moral. Misalnya suatu
kebijakan itu sesuai dengan hukum belum tentu seuai dengan moral, contohnya
gaji para pejabat Negara sesuai dengan hukum tetapi bila dilihat dari keadaan
Negara maka hal tersebut tidak sesuai secara moral.
Inti
permasalahan etika politik adalah masalah Legitimasi etis kekuasaan yang dapat
di rumuskan dalam pertanyaan: atas hak moral apa seseorang atau sekelompok
orang memegang dan mempergunakan kekuasaan yang mereka miliki? betapapun
besarnya kekuasaan, selalu dituntut pertanggung jawaban. Karena itu, etika
politik menuntut agar kekuasaan dilaksanakan sesuai dengan hukum yang berlaku
(Legalitas), disahkan secara demokratis (Legitimasi Demokratis) dan tidak
bertentangan dengan prinsipprinsip dasar moral (Legitimasi Moral). Ketiga tuntutan
itu dapat disebut Legitimasi normatif atau etis (Magnis-suseno:1987).
Selanjutnya dijelaskan kriteria-kriteria legitimasi yaitu legitimasi
sosiologis, legalitas, dan legitimasi etis sebagai berikut :Legitimasi
Sosiologis, Paham sosiologis tentang legitimasi. Mempertanyakan motivasi
motivasi apakah yang nyata-nyata membuat masyarakat mau menerima kekuasaan atau
wewenag seseorang, sekelompok orang atau penguasa. Magnis-Suseno menyebutkan
motivasi penerimaan kekuasaan sebagaimana dirumuskan oleh Weber yaitu:
a.
Legitimasi Sosiologis
Paham
sosiologis tentang legitimasi. Mempertanyakan motivas-imotivasi apakah yang
nyata-nyata membuat masyarakat mau menerima kekuasaan atau wewenag seseorang,
sekelompok orang atau penguasa. Magnis-Suseno menyebutkan motivasi penerimaan
kekuasaan sebagaimana dirumuskan oleh Max Weber yaitu :
b. Legitimasi
Tradisional
Suatu
keyakinan dalam suatu masyarakat tradisonal, bahwa pihak yang menurut tradisi
lama memegang pemerintahan memang berhak untuk memerintah, misalnya golongan Bangsawan
atau keluarga raja dan memang patut untuk ditaati.
c.
Legitimasi Kharismatik
Berdasarkan
perasaan kagum, hormat, dan cinta masyarakat terhadap seseorang pribadi yang
sangat mengesankan sehingga masyarakat bersedia untuk taat kepadanya.
d.
Legitimasi Rasional-Legal
Berdasarkan
kepercayaan pada tatanan hukum rasional yang melandasi kedudukan seseorang atau
penguasa dalam memerintah kelompok atau rakyat.
e.
Legalitas
Suatu
tindakan yang legal atau resmi apabila dilakukan sesuai dengan hokum atau peraturan
yang berlaku. Jadi legalitas adalah kesesuaian dengan hokum yang berlaku.
Legalitas menuntut agar kekuasaan ataupun wewenangdilaksanakan sesuai hukum
yang berlaku. Jadi suatu tindakan adalah sah apabila sesuai, tidak sah apabila
tidak sesuai dengan hukum yang berlaku. Karena itu legalitas merupakan salah
satu kriteria pengujiannya pada suatu kekuasaan atau wewenang.
f.
Legitimasi Etis
Legitimasi
etis mempersoalkan keabsahan wewenang ataupun kekuasaan politik dari segi
norma-norma moral. Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan
pemerintah apakah Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif dipertanyakan dari
segi norma-norma moral. Pertanyaan yang timbul merupakan unsur penting untuk
mengarahkan “kekuasaan” dalam menggunakan kebijakan-kebijakan yang semakin
sesuai tuntutan kemanusian yang adil dan beradab.
Bagi
orang (siapapun) yang brsikap seperti kaum optimis masa pencerahan dan kaum
liberalis naif, maka bisa dipastikan bahwa mereka memandang makhluk manusia
pada dasarnya adalah baik, rasional, mampu belajar dan dilatih dan dunia
dianggapnya sebagai kosmos yang teratur. Ia melihat politik sebagai alat untuk
kemajuan manusia, juga latat untuk memperbaiki dunia kekuasaan, kemudian
diartikan yang baik dan berguna.
Dengan
demikian kekuasaan politik dalam arti luas, sebenarnya adalah sebagai
ungkapan sifat dasar manusia yang kedua-duanya sama mengalami ambivalensi:
Artinya, di satu sisi kekuasaan manusia dapat digunakan untuk kebaikan, dengana
cara yang betul betul yang manusiawi, baik untuk kemakmuran mereka yang
berkepentingan, untuk mereka yng berada di sekitar kekuasaan tersebut dan
lingkungannyaa. Kemudian di sisi lain kekuasaan manusia bisa juga digunakan
untuk kejahatan, melalui cara yang tidak manusiawi dan tidaka mengenal
prikemanusiaan, baik dengan sengajaa untuk merugikan mereka yang berkepentingan
maupun untuk mereka yang ada di sekitarnya dan lingkungannya. Kekuasaan yang
tak berprikemanusiaan ini lebih sering muncul malah menjadi yang biasa.
F. Penerapan
Etika Politik di Indonesia
Pada
jaman sekarang ini keadaan politik di Indonesia tidak seperti yang di
harapkan, karena banyak rakyat beranggapan bahwa politik di Indonesia adalah
sesuatu yang hanya mementingkan dan merebut kekuasaan dengan
menghalalkan segala cara. Pemerintah Indonesia tidak mampu menjalankan
fungsinya sebagai wakil rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian rakyat
yang mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan oleh negara.
Pandangan masyarakat terhadap politik itu sendiri menjadi buruk, dikarenakan
pemerintah Indonesia yang tidak menjalankaN kewajibannya sebagai wakil rakyat
dengan baik.bagi mereka politik hanyalah sesuatu yang buruk dalam
mencapai kekuasaan. Dapat dilihat pada penyelenggara negara misalnya dalam soal
pembelian mobil mewah untuk para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II atau juga
pembangunan pagar istana presiden yang menelan biaya puluhan miliar rupiah.
Kebijakan itu jelas mencederai rasa keadilan publik karena di saat yang sama
kemiskinan masih mengharu biru Indonesia. Macam-macam etika di indonesia
meliputi:
a. Etika
sosial dan budaya
b. Etika
politik dan pemerintahan
c. Etika
ekonomi dan bisnis
d. Etika
penegakan hukum yang berkeadilan
e. Etika
keilmuan
f. Etika
lingkungan
Sebagai
salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan
filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika.
Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang
etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika
profesi, dan etika pendidikan. Dalam hal ini termasuk setika politik yang
berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia. Etika berkaitan dengan
norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul salahnya tindakan manusia sebagai
manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan
kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga Negara terhadap
Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya. Fungsi etika politik dalam
masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta
menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak
berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif
dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis.
Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat
dijalankan secara obyektif. Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan
utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif,
kekuasaan negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan
struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika
politik membahas hukum dan kekuasaan.
Prinsip-prinsip
etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara
adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat,
jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur kebudayaan
masyarakat masing-masing dan keadaan sosial. Ada beberapa manfaat etika politik
bagi para pejabat. Pertama, etika diperlukan dalam hubungannya dengan
relasi antara politik dan kekuasaan. Karena kekuasaan cenderung disalah gunakan
maka etika sebagai prinsip normatif/etikanormatif (bukan metaetika) sangat
diperlukan. Etika di sini ada sebagai sebuah keharusan ontologis. Dengan
memahami etika politik, para pejabat tidak akan menyalahgunakan kekuasaannya.
Dengan demikian kebijakan pembabatan seperti yang pernah terjadi di kabupaten
Manggarai tidak akan terjadi. Hal ini menunjukkan pemerintah tidak menyadari
bahwa mereka adalah representan rayat, karenanya mereka mesti melayani dan
memperhatikan kesejahteraan rakyat, bukan membunuh rakyat dengan mencaplok dan
mengambil lapangan pekerjaan utama sebagai sumber hidup mereka.
Kedua,
etika politik bertujuan untuk memberdayakan mekanisme kontrol masyarakat terhadap
pengambilan kebijakan para pejabat agar tidak menyalahi etika. Masyarakat
sebagai yang memiliki negara tidak bisa melepaskan diri dalam mengurus negara.
Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan para pejabat, namun
dalam tataran tertentu keduanya berbeda. Dalam negara dengan alam demokrasi
peranan masyarakat sangat besar yang nyata dalam sikap mengkritisi berbagai
kebijakan pemerintah. Para pejabat sebagai representan rakyat tentu akan
mendengar kritikan tersebut sebelum sebuah kebijakan diambil. Warga negara
yang demokratis mesti berusaha untuk menghentikan pengambilan keputusan yang
dapat merugikan warga walaupun keputusan tersebut dianggap benar oleh
para pejabat. Mekanisme kontrol tersebut sangat penting agar para pejabat
tidak mengambil kebijakan yang merugikan masyarakat. Masih hangat dalam ingatan
kita tentang rencana tambang emas di Lembata. Masyarakat yang terancam
akanteralienasi dari berbagai aspek kehidupannya memrotes dan menolak rencana
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam perspektif kehidupan profesi dikaitkan dengan etika profesi
atau kode etik profesi yang dianggap sebagai pedoman suatu moralitas yang
apabila dipatuhi atau ditaati sepenuhnya oleh seorang profesionalis, maka
setidaknya ada sebuah harapan bahwa dengan demikian kode etik profesi sangat
berperan besar dalam hal mereduksi yang dilakukan oleh kalangan profesionalis,
sebab profesionalisme dan etika profesi merupakan suatu kesatuan yang
manunggal, yang dalam hal ini etika profesi berperan sebagai alat pengatur
karena etika profesi mengontrol perilaku anggotanya agar tetap bekerja menurut
etika yang disepakatinya.
Masalahnya bagaimana dengan etika porfesi social politik yang
dilakukan oleh para politikus jika dikaitkan dengan etika, khususnya etika
profesi? Politikus bukanlah profesi yang jelas-jelas tidak memeiliki kode etik
profesi. Di luar konteks peraturan perundangan, hanya moral si politikus lah
yang menjadi rambu-rambu atas keingingannya untuk melakukan perbuatan . Namun
apalah artinya moral masa kini, yang menilai baik buruk suatu moral adalah
orang lain yang dalam hal ini dilakukan oleh masyarakat umum. Penilaian dan
pemberian label sebagai seorang koruptor bukanlah menjadi jaminan tidak akan
terjadi korupsi lagi di negeri ini, sepanjang ada niat seseorang (pejabat)
untuk memperkaya diri sendiri dengan cara “mencuri” uang rakyat yang
jelas-jelas bertentangan dengan norma hukum dan moral serta etika masih terus
tertanam didalam diri.
B. Pesan dan Kesan
Demikia yang dapat kami paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahanya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau refrensi
yang ada hubunganya dengan makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca
yang budiman bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis
demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:
Paradigma
Posting Komentar