STERILISASI DESINFEKSI DAN INFEKSI NOSOKOMIAL

STERILISASI DESINFEKSI DAN INFEKSI NOSOKOMIAL
MIKROBIOLOGI
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
AKBID YKN BAUBAU                                                      Makalah
                                                                                                Desember 01 /2015

STERILISASI DESINFEKSI  DAN INFEKSI NOSOKOMIAL
                                                                           








Disusun oleh:
                          NAMA            : WAODE RATISISNA
                                                                                            Dosen                                             : Dr. Siti Fatmawati Majid



AKADEMI KEBIDANAN
YAYASAN KESEHATAN NASIONAL BAUBAU
TAHUN AJARAN
2015/2016

KATA PENGATAR
            Puji sukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca
            Harapan penyusun semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penyusun dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepanya dapat lebih baik.
            Makalah ini penyusun akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang penyusun makalah ini sangat kurang. Oleh karena itu penyusun harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
                                                                                    BauBau, 16  oktober 2015


                                                                                                Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halam Sampul……..………………….………………………………............i
Kata Pengantar………......……...…………………………………….............ii
Daftar Isi……………...…………...…………………………………............iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...….....…………………………………………….............1
B.     Rumusan Masalah…………………………………………………………3
C.     Tujuan……...………..…………………………………………...………..3

BAB II PEMBAHASAN
A.     Sterilisasi……………………………………...……………………………...4
B.     Desinfeksi………………………………..………………………………..7
C.     Infeksi Nosokomial…………….………...................................................18


      BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan………………........................................................................31
B.     Saran………………..................................................................................31
      DAFTARPUSTAKA……………………......................................................30

III
BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Sterilisasi dalam mikrobiologi berarti membebaskan tiap benda atau substansi dari semua kehidupan dalam bentuk apapun. Untuk tujuan mikrobiologi dalam usaha mendapatkan keadaan steril, mikroorganisme dapat dimatikan setempat oleh panas (kalor), gas-gas seperti formaldehide, etilenoksida atau betapriolakton oleh bermacam-macam larutan kimia; oleh sinar lembayung ultra atau sinar gamma. Mikroorganisme juga dapat disingkirkan secara mekanik oleh sentrifugasi kecepatan tinggi atau oleh filtrasi  (Curtis, 1999).(1)

Desinfektan dapat diartikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik diartikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian (Signaterdadie, 2009).
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi. Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganisme yang akan dimatikan. Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya.
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak10,0% (Ducel, G, 2002) .
Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3 dekade terakhir dan sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya walaupun ( Light RW, 2001).
Laporan-laporan rumah sakit di Indonesia yang menunjukkan infeksi nosokomial berupa infeksi luka operasi adalah di R.S. Hasan Sadikin Bandung 9,9% (1991, Warko), di R.S. Pirngadi Medan 13,92% (1987), R.S. Dr. Karyadi Semarang 7,3% (1984), R.S.Dr. Soetomo Surabaya 5,32% (1988) dan RSCM 5,4% (1989). Infeksi luka operasi ini semuanya untuk kasus-kasus bersih dan bersih tercemar yang dioperasi (Depkes RI Jakarta, 1995).




B.     Rumusan masalah

1.      Pengertian dariSterilisasi
2.      Desinfeksi
3.      Infeksi Nosokomial

C.     Tujuan
Untuk membantu peserta didik belajar memahami pengertian dan peran bidan dalam sterilisasi, desinfeksi dan infeksi nosokomial.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.     STERILISASI
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media, dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun yang patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora. Proses sterilisasi dipergunakan pada bidang mikrobiologi untuk mencegah pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan keadaan aseptis, pada pembuatan makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan terhadap pencemaran oleh miroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun sterilisasi ini juga penting. Sterilisasi banyak dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi. Steralisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman patogen atau kuman apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau kedokteran dengan cara merebus, stoom, menggunakan panas tinggi, atau bahkan kimia.(2)
Hal-hal yang perlu diperhatikandalam steralisasi di antaranya:
a.       Sterilisator (alat untuk mensteril) harus siap pakai, bersih, dan masih berfungsi.
b.      Peralatan yang akan di steralisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas denganmenyebutkan jenis pera;latan, jumlah, dan tanggal pelaksanaan sterilisasi.
c.       Penataan alat harus berprinsip bahwa semua bagian dapat steril.
d.      Tidak boleh menambah peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai.
e.       Memindahklan alat steril ke dalam tempatnya dengan korentang steril.
f.        Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka pembungkusnya, bila terbuka harusdilakukan steralisasi ulang.(1)

Ø  Macam-Macam SterilisasiPada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik dankimiawi:
1.      Sterilisai secara mekanik (filtrasi)
Menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron)sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahanyang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotik
2. Sterilisasi secara fisikDapat dilakukan dengan pemanasan & penyinaran Pemanasan
a.       Pemijaran (dengan api langsung)Membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang L,dll. 100 % efektif namun terbatas penggunaanya.
b.      Panas kering:Sterilisasi dengan oven kira-kira 60-1800
c.       Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yangterbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.Waktu relatif lama sekitar 1-2 jam.Kesterilaln tergnatung dengan waktu dan suhu yang digunakan, apabila waktu dan suhu tidaksesuai dengan ketentuan maka sterilisasipun tidak akan bisa dicapai secara sempurna.

3. Uap air panas
Konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggungakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi Teknik disinfeksi termurah Waktu 15 menit setelah air mendidih Beberapa bakd. Uap air panas bertekanan Menggunakan autoklaf menggunakan suhu 121 C dan tekanan 15 lbs, apabila sedang bekerja maka akan terjadi koagulasi. Untuk mengetahui autoklaf berfungsi dengan baik digunakan Bacillus stearothermophilus Bila media yang telah distrerilkan.diinkubasi selama 7 hari berturut-turut apabila selama 7 hari: Media keruh maka otoklaf rusak Media jernih maka otoklaf baik, kesterilannya, keterkaitan antara suhu dan tekanan dalam autoklaf.
Sinar Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior Safety Cabinet dengan disinari lampu UVSterilisaisi secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa desinfektan antara lain:
a.       Sterilisasi dengan panas
Sterilisasi dengan panas adalah unit operasi dimana bahan dipanaskan dengan suhu yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk merusak mikrobia dan aktivitas enzim. Sebagai hasilnya, bahan yang disterilkan akan memiliki daya simpan lebih dari enam bulan pada suhu ruang. Contoh proses sterilisasi adalah produk olahan dalam kaleng seperti kornet, sarden dan sebagainya. Perkembangan teknologi prosesing yang memiliki tujuan mengurangi kerusakan nutrien dan konponen sensoris dan juga mengurangi waktu prosesing menjadikan teknik serilisasi terus dikembangkan. Lamanya waktu sterilisasi yang dibutuhkan bahan dipengaruhi oleh: resistensi mikroorganisme dan enzim terhadap panas, kondisi pemanasan, pH bahan, ukuran wadah atau kemasan yang disterilkan, keadaan fisik bahan  (Machmud, 2008).(2)
b.      Sterilisasidengan udara kering,
alat yang umum dikenal adalah oven. Alat ini dipakai untuk mensterilkan alat-alat gelas seperti erlenmeyer, petridish, tabunng reaksi dan alat gelas lainnya. bahan-bahan seperti kapas, kain dan kertas dapat disterilkan dengan alat ini. pada umunhya suhu yang digunakan pada sterilisasi secara kering adalah 170 - 180 C selama palinng sedikit 2 jam. Lama isterilisasi tergantung pada alat dan jumlahnya  (Machmud, 2008).(2)
Sterilisasi dengan uap air panas, bahan yang mengandung cairan tidak dapat didterilkan dengan oven sehingga digunakan alat ini. alat ini disebut Arnold steam sterilizer dengan suhu 1000Cdalam keadaan lembab. Secara sederhana dapat pula digunakan dandang. Mula-mula bahan disterilkan pada suhu 1000C selama 30 menit untuk membunuh sel-sel vegetatif mikrobia. kemudian disimpan pada suhu kamr 24 jam untuk memberi kesempatan spora tumbuh menjadi sel vegetatif, lalu dipanaskan lagi 1000C 30 menit. dan diinkubasi lagi 24 jam dan disterilkan lagi, jadi ada 3 kali sterilisasi. Banyak bakteri berspora belum mati dengan cara ini sehingga dikembangkan cara berikutnya yaitu uap air bertekanan  (Machmud, 2008).(2)
Sterilisasi dengan uap air panas bertekanan, alat ini disebut autoklaf (autoclave) untuk steriliasasi ini alat dilengkapi dengan katup pengaman. Alat diisi dengan air kemudian bahan dimasukkan. Panaskan sampai mendidih dan dari katup pengaman kelaur uap air dengan lancara lalu ditutup. Suhu akan naik sampai 1210C dan biarkan selama 15 menit (untuk industri pengalengan ada perhitungan tersendiri), lalu biarkan dingin sampai tekanan normal dan klep pengaman dibuka, cara ini akan mematikan spora dengan cara penetrasi panas ke dalam sel atau spora sehingga lebih cepat. Cara mana yang dipilih tergantung bahan, biaya dan ketersediaan alat, untuk bahan yang tidak tahan panas, maka cara diatas tidak dapat dipakai (Machmud, 2008).(2)


B.     DESINFEKSI
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi infeksi dengan dalam membunuh mikroorganisme patogen. Disenfektan yang tidak berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan antiseptik.Desinfeksi dapat diartikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik diartikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian (Signaterdadie, 2009).(1)
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tetapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi. Bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganisme yang akan dimatikan. Dalam proses desinfeksi sebenarnya dikenal dua cara, cara fisik (pemanasan) dan cara kimia (penambahan bahan kimia). Dalam tulisan ini hanya difokuskan kepada cara kimia, khususnya jenis-jenis bahan kimia yang digunakan serta aplikasinya.(1)
Banyak bahan kimia yang dapat berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya dikelompokkan ke dalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu bahan kimia yang mengandung gugus -COH; golongan alkohol, yaitu senyawa kimia yang mengandung gugus -OH; golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen atau yang mengandung gugus-X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi, golongan garam amonium kuarterner, golongan pengoksidasi, dan golongan biguanida.(1)
Telah dilakukan perbandingan koefisien fenol turunan aldehid (formalin dan glutaraldehid) dan halogen (iodium dan hipoklorit) terhadap mikroorganisme Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi yang resisten terhadap ampisilin dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan dari disinfektan turunan aldehid dan halogen yang dibandingkan dengan fenol dengan metode uji koefisien fenol. Fenol digunakan sebagai kontrol positif, aquadest sebagai kontrol negatif dan larutan aldehid dan halogen dalam pengenceran 1 : 100 sampai 1 : 500 dicampur dengan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi resisten ampisilin yang telah diinokulum, keburaman pada tabung pengenceran menandakan bakteri masih dapat tumbuh. (1)
Nilai koefisien fenol dihitung dengan cara membandingkan aktivitas suatu larutan fenol dengan pengenceran tertentu yang sedang diuji. Hasil dari uji koefisien fenol menunjukan bahwa disinfektan turunan aldehid dan halogen lebih efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus dengan nilai koefisien fenol 3,57 ; 5,71 ; 2,14 ; 2,14 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit, begitu juga dengan bakteri Salmonella typhi, disinfektan aldehid dan halogen masih lebih efektif dengan nilai koefisien fenol 1,81 ; 2,72 ; 2,27 dan 2,27 berturut-turut untuk formalin, glutaraldehid, iodium dan hipoklorit. (Signaterdadie, 2009).(1)
c.       Peran bidan dalam sterilisasi dan desinfeksi
Desinfeksi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk membunuh partikel virus yang ada di tubuh hospesataupun benda-benda yang melekat dibadan hospes. Desinfeksi ini sangat aman untuk menjaga keselamatan diri dan juga keselamatan pasien. Tindakan desinfeksi hanya merupakan salah satu bagian dari tindakan biosekuriti dalam upaya pemutusan tali rantai penularan penyakit atau penularan agen penyakit (virus). Sedangkan untuk kunci pencegahan adalah ada pada diri manusia itu sendiri. Desinfeksi merupakan alternative pertama untuk tindakan preventif atau pencegahan.(3)
Peranan Tenaga Kesehatan dan bidan dalam Sterilisasi dan Disinfeksi. Dalam dunia kesehatan khususnya bidan sterilisasi dan disinfeksi digunakan sebagai pencegah infeksi (PI). Dengan adanya praktek pencegah infeksi dapat mencegah mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu,bayi baru lahir(BBL), dan para penolong persalinan) sehingga dapat memutus rantai penyebaran infeksi.
Tindakan- tindakan pencegahan infeksi termasuk hal-hal berikut:
§  Cuci tangan
§  Memakai sarung tangan dan perlengkapan pelindung lainny
§  Menggunakan teknik asepsis atau aseptic
§  Memproses alat bekas pakai
§  Menangani peralatan tajam dangan aman
§  Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan (termasuk pengelola sampah secara benar)
1.      Cuci Tangan
Cuci tangan merupakan prosedur paling penting dari pencegahan penyebaran infeksi yang meyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.

Harus dilakukan saat:

·         Segera setelah tiba di tempat kerja
·         Sebelum dan sesudah melakukan kontak fisik dangan pasien
·         Sebelum dan sesudah memakai sarung tangan
·         Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah / cairan tubuh lainnya / setelah menyentuh selaput mukosa (hidung,mulut atau mata
·         Setelah ke kamar mandi
·         Sebelum pulang kerja

2.      Menggunakan Sarung Tangan

·         Pakailah sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang basah (kulit tak utuh,selaput mukosa,darah atau cairan tubuh lainnya) peralatan, sarung tangan atau sampah yang terkontaminasi
·         Jika sarung tangan diperlukan ganti sarung tangan untuk setiap ibu atau bayi baru lahir untuk menghindari kontaminasi silang atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi yang berbeda pula.
·          Gunakan sarung tangan sreril / DTT (Disinfeksi Tingkat Tinggi) untukØ prosedur yang mengakibatkan kontak dangan jaringan di bawah kulit (persalinan,heating,pengambilan darah)
·          Sarung tangan yang bersih untuk menangani darah / cairan tubuh
·          Sarung tangan rumah tangga / tebal untuk mencuci peralatan, menangani sampah,juga membersihkan darah dan cairan tubuh.

3.      Perlengkapan Pelindung Pribadi
Perlengkapan pelindung pribadi mencegah petugas terpapar mikroorganisme penyebab infeksi dangan cara menghalangi atau membatasi (kaca mata pelindung,masker wajah,sepatu boot atau sapatu tertutup,celemek) petugas dari cairan tubuh,darah atau cedera selama melaksanakan prosedur klinik. Masker wajah dan celemek plastik sederhana dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan dan sumberdaya yang bersedia di masing-masing daerah jika alat atau perlengkapan sekali pakai tidak tersedia.

4.      Antisepsis

Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan tubuh atau kulit.karena kulit dan mukosa tidak dapat disterilkan maka penggunaan antiseptik akan sangat mengurangi jumlah mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi luka terbuka dan penyebab infeksi.Cuci tangan secara teratur diantara kontak dengan setiap ibu dan bayi baru lahir,membantu untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada kulit.

5.      Antiseptik Vs Larutan Disinfektan

Larutan antiseptik digunakan pada kulit atau jaringan yang tidak mampu menahan konsentrasi bahan aktif yang terlarut dalam larutan disinfeksi.Sedangkan larutan disinfeksi dipakai juga untuk mendekontaminasi peralatan atau instrument yang digunakan dalam prosedur bedah.


Larutan antiseptik yang bisa diterima:

§  Alcohol 60-90%:etil,isopropyl, atau metal spiritus

Setrimid atau klorheksidin glukonat,berbagai konsentrasi (savlon)
• Klorheksidin glukonat 4% (hibiscub,hibitane,hibiclens)
• Heksaklorofen 3% (phisohex)
• Paraklorometaksilenol (dettol)
• Iodine 1-3%,larutan yang dicampur alkohol atau encer (lugol) atau tincture (iodine dalam alkohol 70%).iodine tidak boleh digunakan pada selaput mukosa seperti vagina
• Iodofor,berbagai konseentras (betadine)



Larutan disinfeksi yang bisa diterima:


o   Klorin pemutih 0,5% (untuk dekontaminasi permukaan dan DTT peralatan)
o   Glutaraldehida 2% (digunakan untuk dekontaminasi tetapi karena mahal biasanya hanya digunakan disinfeksi tingkat tinggi)

6.      Pemeliharaan Teknik Steril / Disinfeksi Tinggkat Tinggi

Dimanapun prosedur dilakukan,dearah steril harus dibuat dan dipelihara untuk menurunkan risiko kontaminasi di area tindakan.Peralatan atau benda-benda yang disinfeksi tinngkat tinggi bisa di tempatkan di area steril. Prinsip menjaga daerah steril harus digunakan untuk prosedur pada area tindakan dengan kondisi disinfeksi tingkat tinggi. Pelihara kondisi steril dengan memisahkan benda-benda steil atau disinfeksi tingkat tinggi (“bersih”)dari benda-benda yang terkontaminasi(“kotor”).Jika mungkin gunakan baju,sarung tangan steril dan sediakan atau pertahankan lingkungan yang steril.

7.      Memproses Alat Bekas Pakai
Tiga proses pokok yang direkomendasi untuk proses peralatan dan benda-benda lain dalam upaya pencegahan infeksi adalah:
1.      Dekontaminasi
2.      Cuci dan bilas
3.      Disinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi


Benda-benda steril atau disinfeksi tingkat tinggi harus disimpan dalam keadaan kering dan bebas debu. Jaga agar bungkusan-bungkusan yang tetap kering dan utuh sehingga kondisinya tetap terjaga dan dapat digunakan hingga satu minggu setelah diproses.Peralatan steril yang dibungkus dalam kantong plastik bersegel,tetap kering dan utuh masih dapat digunakan hingga satu bulan setelah proses.Peralatan dan bahan disinfeksi tingkat tinggi dapat disimpan dalam wadah tertutup yang sudah di disinfeksi tingkat tinggi dan bebas debu. Jika peralatan-peralatan tersebut tidak digunakan dalam waktu peyimpanan tersebut maka proses kembali dulu sebelum digunakan kembali.

1.      Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah langkah penting pertama untuk menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lain yang terkontaminasi.Dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk ditangani dan dibersihkan oleh petugas.Untuk perlindungan lebih jauh pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga yang terbuat dari bahan lateks jika akan menangani peralatan bekas pakai atau kotor.segera setelah digunakan,masukkan benda-benda yang terkontaminasi ke dalam larutan klorin 0,5% 10 menit. Selama prosedur ini dengan cepat memastikan virus hepatitis B dan HIV. Pastikan bahwa benda-benda yang terkontaminasi terendam seluruhnya oleh larutan klorin. Daya kerja larutan klorin,cepat mengalami sehingga harus diganti paling sedikit setiap 24 jam,atau lebih cepat terlihat kotor atau steril.
2.      Pencucian dan pembilasan
Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada peralatan / perlengkapan yang kotor atau yang sudah digunakan.Baik sterilisasi maupun disinfeksi tingkat tinggi menjadi kurang efektif tanpa proses pencucian sebelumnya.Jika benda-benda yang terkontaminasi tidak dapat dicuci segera setelah di kontaminasi,bilas peralatan dengan air untuk mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci dengan seksama secepat mungkin.

Sebagian besar (hingga 80%) mikroorganisme yang terdapat dalam darah dan bahan-bahan organik lainnya bisa dihilangkan melalui proses pencucian. Pencucian juga dapat menurunkan jumlah endospora bakteri yang menyebabkan tetanus dan gangrene,pencucian ini penting karena residu bahan-bahan organik bisa menjadi tempat kolonisasi mikroorganisme (termasuk endospora) dan melindungi mikroorganisme dari proses sterilisasi atau disinfeksi kimiawi. Jika perlengkapan untuk proses sterilisasi tidak tersedia,pencucian secara seksama merupakan proses fisik satu-satunya untuk menghilangkan sejumlah endospora bakteri.



3. DTT (Disinfeksi Tingkat Tinggi)


Tingkat dengan Bahan KimiawiWalaupun banyak disinfektan tersedia dimana-mana, 4 disinfektan yaitu klorin, glutaraldehid, formaldehid, dan peroksfd secara rutin digunakan sebagai disinfektan tingkat tinggi. Bahan-bahan kimiawi ini dapat mencapai DTT jika alat-alat yang akan didisinfeksi dibersihkan dulu sebelum direndam. DTT dengan kimiawi tidak dianjurkan pada jarum dan semprit, karena sisa-sisa bahan kimia dapat tertinggal dalam jarum tersebut. Larutan klorin bereaksi cepat, sangat efektif terhadap HBV, HCV, dan HIV/AIDS, serta murah dan mudah didapat. Larutan klorin > 0,5% dapat merusaklogam. Untuk DTT, larutan 0,1% dibuat dengan air matang,dan lakukan penyaringan bila air keruh. Masalah korosi dapat dikurangi jika beda-benda tersebut dibilas dengan air matang dan dikeringkan segera. Korosi terjadi bila lamanya perendaman dilakukan > 20 menit dan terjadi kontak pada konsentrasi > 0.5%. Disinfektan kimiawi harus disimpan ditempat yang gelap dan dingi, jangan disimpan di bawah. cahaya matahari atau panas yang berlebihan karena semua disinfetan kimiawi sensitif terhadap panas.

4.penggunaan Peralatan Tajam Secara Aman
Luka tusuk benda tajam (jarum) merupakan salah satu alur utama infeksi HIV dan hepatitis B di antara para penolong persalinan. Oleh karena itu, perhatikan pedoman berikut
a.       Letakkan benda-benda tajam di atas baki steril atau disinfeksi tingkatØ tinggi atau dengan manggunakan “daerah aman“ yang sudah ditentukan (daerah khusus untuk meletakkan dan mengambil peralatan tajam.
b.      Hati-hati saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka tusuk secara tak sengaja.
c.       Gunakan pemegang jarum atau pinset pada saat menjahit. Jangan pernah meraba ujung atau memegang jarum jahit dangan tangan.
d.      Jangan menutup kembali,melengkungkan,mematahkan atau melepaskan jarum yang akan di buang. Buang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan perekat jika sudah 2/3 penuh. Jangan memindahkan benda-benda tajam tersebut ke wadah lain. Wadah benda tajam yang sudah disegel tadi harus dibakar insinerator.
e.       Jika benda-benda tajam tidak bisa di buang secara aman dengan caraØ insinerasi,bilas tiga kali dengan larutan klorin 1,5% (dekontaminasi),tutup kembali menggunakan teknik satu tangan dan kemudian dikubur.

cara melakukan teknik satu tangan:

·         Letakkan penutup jarum pada permukaan yang keras dan rata.
·         Pegang tabung suntik dangan satu tangan,gunakan ujung jarum untuk mengait”penutup jarum.
·         Jangan memegang penutup jarum dengan tangan lainnya. Jika jarum sudah tertutup seluruhnya,pegang bagian bawah dan gunakan tangan yang lainnya untuk merapatkan penutupnya.

8.      Pengelolaan Sampah
Sampah bisa terkontaminasi atau tidak terkontaminasi. Sampah yang tidak terkontaminasi tidak mengandung risiko bagi petugas yang menanganinya. Tetapi sebagian besar limbah persalinan dan kelahiran bayi adalah sampah terkontaminasi. Jika tidak dikelola dengan banar,sampah terkontaminasi berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang melakukan kontak atau menangani sampah tersebut termasuk anggota masyarakat. Sampah terkontaminasi termasuk darah,nanah,urine,kotoran manusia dan benda-benda yang kotor oleh cairan tubuh.tangani pembuangan sampah dengan hati-hati.
Tujuan pembuangn sampah secara benar :

o   Menyegah penyebaran infeksi kepada petugas klinik yang menangani sampah dan kepada masyarakat
o   Melindungi petugas pengelola sampah dari luka atau cedera tidak sengaja oleh benda-benda yang sudah terkontaminasi.

9.      Mengatur Kebersihan Dan Kerapian
Pembersihan yang teratur dan seksama akan megurangi mikroorganisme yang ada pada bagian permukaan benda-benda tertentu dan menolong mencegah infeksi dan kecelakaan.


Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengatur kebersihan dan kerapian :

§  Pastikan selalu tersedianya satu ember larutan pemutih (klorin 0,5%) yang belum terpakai
§  Gunakan disinfektan yang sesuai untuk membersihkan peralatan yang tidak bersentuhan dengan darah atau sekresi tubuh diantara pemakaian,terutama sekali diantara ibu atau bayi yang berbedan
§  Jika menggunakan oksigen,gunakan kanula nasal yang bersih,steril atau disinfeksi tingkat tinggi setiap kali akan digunakan. Mengusap kanula dengan alkohol tidak mencegah terjadinya infeksi.
§  Segera bersihkan percikan darah tuangkan larutan kloran 0,5% pada percikan tersebut kemudian seka dengan air
§  Bungkus atau tutupi linen bersih dan simpan dalam kereta orong atau lemari tertutup untuk mencegah kontaminasi dari debu.
§  Setiap selesai menggunakan tempat tidur,meja dan troli prosedur,segera seka permukaan dan bagian-bagian peralatan tersebut dengan kain yang di basahi klorin 0,5% dan deterjen.
§  Setiap selesai menolong persalinan, seka celemek menggunakan larutan klorin 0,5%.
§  Bersuhkan lantai dengan lab kering,jangan disapu.Seka lantai, dinding atau permukaan datar lain (setiap hari atau setelah digunakan) dengan larutan klorin 0,5% dan deterjen.
§  Ikuti pedoman umum kebersihan dan kerapian Bersihkan dari atas ke bawah sehingga kotoran yang jatuh dapat dihilangkan

Selalu gunakan sarung tangan lateks atau sarung tangan rumah tangga.
Seka dan gosok hingga bersih permukaan datar atau lantai setelah digunakaTempelkan petunjuk kusus kebersihan di unit tertentu pada area yang,mudah,dilihat/dibaca Bersihkan sesering mungkin dinding, tirai kain, plastik atau logam vertikal untuk mencegah penumpukan debu

Jika dinding atau tirai terkena percikan darah, segera bersihkan dengan larutan klorin 0,5 %.(3)

C.     INFEKSI NOSOKOMIAL
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit (Olmsted RN, 1996, Ducel, G, 2002).(4)
1.      Epidemiologi
Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama. Suatu penelitian yang yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya infeksi nosokomial dengan Asia Tenggara sebanyak10,0% (Ducel, G, 2002).(4)
Walaupun ilmu pengetahuan dan penelitian tentang mikrobiologi meningkat pesat pada 3 dekade terakhir dan sedikit demi sedikit resiko infeksi dapat dicegah, tetapi semakin meningkatnya pasien-pasien dengan penyakit immunocompromised, bakteri yang resisten antibiotik, super infeksi virus dan jamur, dan prosedur invasif, masih menyebabkan infeksi nosokomial menimbulkan kematian sebanyak 88.000 kasus setiap tahunnya walaupun ( Light RW, 2001).(4)
Laporan-laporan rumah sakit di Indonesia yang menunjukkan infeksi nosokomial berupa infeksi luka operasi adalah di R.S. Hasan Sadikin Bandung 9,9% (1991, Warko), di R.S. Pirngadi Medan 13,92% (1987), R.S. Dr. Karyadi Semarang 7,3% (1984), R.S.Dr. Soetomo Surabaya 5,32% (1988) dan RSCM 5,4% (1989). Infeksi luka operasi ini semuanya untuk kasus-kasus bersih dan bersih tercemar yang dioperasi (Depkes RI Jakarta, 1995).(4)
2.      Etiologi
Agen Infeksi Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius (Ducel, G, 2002).(4)
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal (Ducel, G, 2002) .(4)
Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial
(Tortora et al., 1995)
Bakteri

Persentase(%)

Enterobacteriaceae

>40

S. aureus

11

Enterococcus

10

P. aeruginosa
9


Mikroorganisma Penyebab Infeksi Nosokomial
(Tortora et al., 2001)
Mikroorganisme

Persentase(%)

S. aureus, Staphylococci koagulase negatif, Enterococci


34

E. coli, P. aeruginosa, Enterobacter spp., &K. pneumonia


32


C. difficile


17


Fungi (kebanyakan C. Albicans)


10

Bakteri Gram negatif lain (Acinetobacter, Citrobacter,Haemophilus)

7


3.      Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid serta intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995).(4)
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995).(4)
Menurut Purwandari 2006, bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap infeksi, lahir mempunyai antibodi dari ibu, sedangkan sistem imunnya masih imatur. Dewasa muda sistem imun telah memberikan pertahanan pada bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh mengalami penurunan, sistem imun juga mengalami perubahan. Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia >65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada usia muda (Purwandari, 2006).(4)
4.      Penilaian yang digunakan untuk Infeksi Nosokomial
Nosokomial disebut juga dengan “Hospital Acquired Infection” apabila memenuhi batasan atau kriteria sebagai berikut:
a)      Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut.
b)      Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.
c)      Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 × 24 jam sejak mulai dirawat.
d)      Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya (Hasbullah T, 1992).(4)
5.      Faktor Resiko Terjadinya Infeksi Nosokomial pada Pasien
a.      Infeksi secara langsung atau secara tidak langsung
Infeksi boleh terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung. Penularan infeksi ini dapat tertular melalui tangan, kulit dan baju, yang disebabkan oleh golongan staphylococcus aureus. Cairan yang diberikan secara intravena dan jarum suntik, peralatan serta instrumen kedokteran boleh menyebabkan infeksi nosokomial. Makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya cross infection (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995, Ducel, G, 2002).(4)
b.      Resistensi Antibiotika
                        Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, kebanyakan penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimanapun, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan antibiotika.Maka, banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Peningkatan resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama pada pasien yang immunocompromised (Ducel, G, 2002).
Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini meningkatkan multiplikasi serta penyebaran strain yang resisten. Penyebab utamanya adalah penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat serta kesalahan diagnosa (Ducel, G, 2002).
Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit,dan menjadi sangat penting karena:

1)      Meningkatnya jumlah penderita yang dirawat
2)      Seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur
3)      Mikroorganisme yang baru (mutasi)
4)      Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika (Ducel, G, 2002).(4)
C. Faktor alat
Suatu penelitian klinis menujukkan infeksi nosokomial terutama disebabkan oleh infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Penggunaan peralatan non steril juga boleh menyebabkan infeksi nosokomial (Ducel, G, 2002).(4)
6.      Cara Penularan Infeksi Nosokomial
Cara penularan infeksi nosokomial bisa berupa infeksi silang (Cross infection) yaitu disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung. Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection) yaitu disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan ke jaringan yang lain. Infeksi lingkungan (Environmental infection) yaitudisebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit. Misalnya lingkungan yang lembab dan lain-lain (Depkes RI, 1995). Menurut Jemes H,Hughes dkk, yang dikutip oleh Misnadiarli 1994, tentang model cara penularan, ada 4 cara penularan infeksi nosokomial yaitu kontak langsung antara pasien dan personil yang merawat atau menjaga pasien. Seterusnya, kontak tidak langsung ketika objek tidak bersemangat/kondisi lemah dalam lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan, sebagai contoh perawatan luka paska operasi. Selain itu, penularan cara droplet infection dimana kuman dapat mencapai ke udara (air borne) dan penularan melalui vektor yaitu penularan melalui hewan/serangga yang membawa kuman (Depkes RI, 1995).(4)
7.      Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk :
a.       Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
b.      Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
c.       Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
d.      Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
e.       Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
Terdapat pelbagai pencegahan yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi nosokomial. Antaranya adalah dikontaminasi tangan dimana transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya
peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan apabila melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan yang dirawat di rumah sakit (Louisiana, 2002). (4)
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan dinegara berkembang tidak aman contohnya adalah jarum, tabung atau keduanya yang dipakai secara berulang-ulang. Untuk mencegah penyebaran infeksi melalui jarum suntik maka diperlukan, penggunaan jarum yang steril dan penggunaan alat suntik yang disposabel. Masker digunakan sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk setiap pasiennya, baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses (Louisiana, 2002).(4)
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Administrasi rumah sakit harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali. Usahakan pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik boleh menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemprosesan serta filternya untuk mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri. Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan (Wenzel, 2002).(4)
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, seperti HIV serta pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti leukimia juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara yang menuju keluar (Babb, JR. Liffe, AJ, 1995). Yang perlu diperhatikan dalam pencegahan infeksi nosokomial luka operasi adalah harus melakukan pemeriksaan terhadap pasien operasi sebelum pasien masuk/dirawat di rumah sakit yaitu dengan memperbaikan keadaan pasien, misalnya gizi. Sebelum operasi, pasien operasi dilakukan dengan benar sesuai dengan prosedur, misalnya pasien harus puasa, desinfeksi daerah operasi dan lain-lain. Pada waktu operasi semua petugas harus mematuhi peraturan kamar operasi yaitu bekerja sesuai SOP (standard operating procedure) yaitu dengan perhatikan waktu/lama operasi. Seterusnya, pasca operasi harus diperhatikan perawatan alat-alat bantu yang terpasang sesudah operasi seperti kateter, infus dan lain-lain (Farida Betty, 1999).(4)
8.      Definisi Luka Operasi
Luka operasi merupakan terapi yang direncanakan, seperti incisi bedah, needle introduction dan lain-lain lagi serta dikendalikan dengan asepsis bedah. Luka adalah keadaan dimana terdapat diskontinuitas dari kulit (Light RW, 2001). Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu (Perry Potter, 2005).(4)
9.      Konsep Dasar Infeksi Luka Operasi (ILO)
Menurut Djojosugito, et al (1989) dalam Iwan 2008 luka operasi dinyatakan infeksi bila didapat pus pada luka operasi,bila temperatur > 37,5 ° C pada axiler, keluar cairan serous (exudat) dari luka operasi, sekitar luka operasi oedema dan kemerahan (Iwan, 2008).(4)
Menurut Dealay 2005, infeksi yang terjadi pada luka operasi bersih biasanya akan digunakan sebagai dasar untuk memonitor faktor lain yang dapat menyebabkan infeksi (Dealay, 2005). Infeksi luka operasi (ILO) dianggap nosokomial bila infeksi terjadi dalam 30 hari setelah operasi atau 1 tahun bila dilakukan implantasi alat atau benda asing (Iwan, 2008).(4)
D.     Peran bidan dalam infeksi Nosokomial
Kriteria infeksi berasal dari rumah sakit, yaitu :
1.      Waktu mulai dirawat tidak didapatkan tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalammasa inkubasi infeksi tertentu
2.      Infeksi timbul sekurang-kurangnya 72 jam sejak mulai dirawat.
3.      infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari waktu inkubasiinfeksi tersebut
.4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.
5.      Infeksi terjadi pada neonates yang didapatkan dari ibunya pada saat persalinanatauselama perawatan di rumah sakit.Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari penderita sendiri, personil rumah sakit(dokter/perawat), pengunjung maupun lingkungan.Pengelolaan Infeksi NosokomialSeperti diketahui, penderita yang terindikasi harus menjalani proses asuhan keperawatan,yaitu penderita harus menjalani observasi, tindakan medis akut, atau pengobatan yang berkesinambungan. Daya tahan tubuh yang lemah sangat rentan terhadap infeksi penyakit.
Masuk mikroba atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal dari penderita, dimana penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti
1. penderita lain, yang juga sedang dalam proses perawatan
2. petugas pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya)
3. peralatan medis yang digunakan
4. tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
5. tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar operasidan kamar bersalin
6. makanan dan minuman yang disajikan
7. lingkungan rumah sakit secara umum
Dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal yang perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, antara lain:
1.      Adanya Sistem Surveilan Yang MantapSurveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan dilakukan terusmenerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan tujuanuntuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan dari surveilan adalah untukmenurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Perlu ditegaskan di sini bahwakeberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh canggihnya per-alatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara benar (the proper nursing care). Dalam pelaksanaan surveilan ini, perawat sebagai petugas lapangan di garis paling depan, mempunyai peran yang sangatmenentukan,

2.      Adanya Peraturan Yang JelasnDan Tegas Serta Dapat Dilaksanakan, Dengan TujuanUntuk Mengurangi Risiko Terjadinya InfeksiAdanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan, merupakan hal yang sangat penting adanya. Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan setelahdimengerti semua petugas; standar ini meliputi standar diagnosis (definisi kasus) ataupunstandar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini, peran perawat besar sekali.(4)






BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat,bahan,media, dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang patogen maupun yang patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora. Proses sterilisasi dipergunakan pada bidang mikrobiologi untuk mencegah pencernaan organisme luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan keadaan aseptis.(2)
Desinfeksi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk membunuh partikel virus yang ada di tubuh hospes ataupun benda-benda yang melekat dibadan hospes. Desinfeksi ini sangat aman untuk menjaga keselamatan diri dan juga keselamatan pasien.(1)
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang diperoleh atau dialami oleh pasien selama dia dirawat di rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di rumah sakit serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk ke rumah sakit (Olmsted RN, 1996, Ducel, G, 2002).(4)
B.     SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas,saran yang dapat diberikan yaitu semoga tugas ini dapat dijadikan referensi bagi pembaca dan diharapkan kritikan yang bersifat konstruktif sehingga dapat memperbanyak tugas agar menjadi lebih sempurna.


DAFTAR PUSTAKA





Share this product :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template | Redesigned :Tukang Toko Online
Copyright © 2011. desa darawa kecematan kaledupa selatan/amirullah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger